
Teruslah Bodoh Jangan Pintar
-
Ditulis olehElvira Raisya Julfi
-
Dibuat tanggal
24 Jul 2024
-
Sekolah
SMA NEGERI 3 SAMARINDA
Identitas:
Teruslah Bodoh Jangan Pintar adalah salah satu novel yang berhasil Tere Liye "lahirkan" pada tahun ini, lebih tepatnya pada Februari lalu. Buku ini diterbitkan oleh PT Sabakgrip Nusantara dengan dimensi buku 20 CM dan halaman setebal 371 lembar. Buku berkode ISBN 978-623-88822-0-5 ini dibanderol dengan harga Rp99.000 di pulau Jawa.
Pendahuluan:
Ketika atensi semua masyarakat terpaku pada pemilu yang terjadi pada Februari lalu, atensi saya terpaku kepada kabar bahwa Tere Liye akan menerbitkan buku terbarunya, buku pertamanya di tahun 2024 berjudul Teruslah Bodoh Jangan Pintar, sebuah judul yang penuh dengan sarkasme. Di dalam novel ini, kita dapat melihat kenyataan pahit tentang hukum negeri yang penuh dengan kecurangan dan serigala berbulu domba. Di dalam novel ini juga kita dapat mengetahui apa itu perjuangan untuk mencapai keadilan.
Sinopsis:
Di ruangan 3x6 meter, terjadilah sebuah persidangan konvensi yang melibatkan para aktivis pecinta lingkungan melawan seorang taipan bisnis—Tuan Liem—yang di persidangan itu diwakilkan oleh pengacaranya, Hotma Cornelius. Di dalam ruangan kecil itu, tiga pihak saling beradu, berlomba-lomba mencapai tujuan mereka masing-masing. Pihak para aktivis si penggugat, pihak Tuan Liem si tergugat, lalu pihak komite si penengah.
Persidangan itu adalah buah janji kampanye dari calon Presiden yang terpilih di pemilihan umum. Terlanjur berjanji, komite independen akhirnya dibentuk, begitupun sidangnya. Komite independen adalah pihak yang—katanya—tidak terafiliasi oleh pemerintah maupun pengusaha tergugat pemilik PT Semesta Minerals & Mining.
Di dalam ruangan itu, kedua belah pihak akan saling mengirimkan saksi, membantah tuduhan, serta mengatakan keberatan kepada hal-hal yang mengancam atau tidak sesuai dengan kebenarannya. Suasana persidangan yang kental akan dirasakan, begitupun dengan suasana kilas balik yang diceritakan dari sudut pandang para saksi yang merasakan langsung dampak dari tambang-tambang ilegal maupun legal milik PT Semesta Minerals & Mining.
Analisis:
Novel ini memiliki alur maju-mundur, kilas baliknya diceritakan melalui sudut pandang para saksi yang didatangkan kedua belah pihak, namun tidak semua kesaksian dapat dipercayai, karena yang namanya kesaksian dapat dimanipulasi hanya dengan beberapa lembar kertas bernilai.
Setiap kata ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami sehingga membaca novel ini dalam sekali duduk bukanlah suatu perkara sulit, apalagi bagi pembaca yang menyukai tema seperti ini. Namun, setiap kata yang ada di dalam novel ini harus dicermati, agar pembaca dapat merasakan rasanya menjadi orang-orang yang tempat tinggalnya terdampak pencemaran lingkungan, bahkan sampai harus kehilangan orang terdekat mereka karena tambang ilegal.
Dari keenam aktivis yang berjuang di novel ini, akan ada dua karakter yang paling banyak muncul, yakni dua aktivitas lingkungan yang memiliki latar belakang hukum bernama Setya dan Mulya, karakter mereka digambarkan sebagai orang-orang yang peduli dengan keberlangsungan lingkungan dan orang-orang kecil yang terdampak pada kerusakan lingkungan. Selain mereka, ada juga empat orang lainnya yang terlibat dalam tim penggugat, yakni seorang jurnalis senior, seorang sutradara, seorang penulis, dan seorang tokoh misterius yang akan menjadi bagian dari plot twist di dalam novel.
Evaluasi:
Salah satu kelebihan yang paling mencolok dari Teruslah Bodoh Jangan Pintar adalah tema isu lingkungan yang diangkat, hal ini dapat membuat para generasi muda melek dengan keberlangsungan lingkungan yang sedari dulu terus dielu-elukan oleh aktivis. Diharapkan dengan adanya novel ini, para generasi muda dapat membuka mata tentang isu lingkungan yang sedari dulu menghantui negeri kita. Novel ini juga dapat menambah wawasan kita tentang konflik agraria— konflik antara badan penguasa dan kelompok rakyat pedesaan mengenai siapa yang berhak atas tanah, sumber daya alam, dan wilayah di suatu tempat.
Selain dari alur cerita, kelebihan lain yang paling mencolok di novel ini adalah bahasanya yang jauh lebih mudah dipahami daripada novel Negeri Para Bedebah (2012) atau Negeri di Ujung Tanduk (2013) milik Tere Liye yang memiliki genre hampir sama. Selain itu, karakter-karakter dengan sifat dan kepribadian beragam yang mewarnai novel ini juga menjadi daya tarik tersendiri.
Dan satu kelebihan lain yang menurut saya sangat mencolok adalah sampul dari novel ini, di mana sampul depannya adalah seseorang yang matanya sedang ditutup dan mulutnya sedang dibungkam. Sampul belakangnya adalah tangan-tangan berbulu serigala, sedang mengetuk palu yang identik dengan pengadilan hukum.
Kekurangan novel ini sendiri ada pada isinya yang sedikit mengganggu untuk sebagian kalangan. Hal ini sesuai dengan apa yang penulis tulis di awal, bahwa terdapat topik, bab-bab tertentu, serta ending cerita yang memang tidak cocok untuk sebagian kelompok pembaca. Hal ini pula yang menjadikan Teruslah Bodoh Jangan Pintar menjadi satu-satunya novel dewasa (18+) yang ditulis oleh Tere Liye.
Menurut saya, nama tokoh Tuan Liem yang terdapat di Teruslah Bodoh Jangan Pintar adalah sebuah hal yang rancu, karena nama tokoh sama dengan tokoh Liem Soerja yang terdapat di novel Negeri Para Bedebah, seorang taipan yang memiliki bisnis Bank Semesta dan licin bak belut. Tidak dijelaskan secara gamblang apakah mereka adalah orang yang sama atau tidak.
Penutup:
Kesimpulannya, buku ini berisikan hal yang perlu digaungkan hingga sekarang, yakni perjuangan melawan serigala berbulu domba, perjuangan mencapai keadilan, perjuangan menghukum orang-orang bersalah. Terlepas dari isinya yang mengganggu beberapa kalangan, Teruslah Bodoh Jangan Pintar adalah karya sastra tahun 2024 yang patut dipertimbangkan untuk dibaca oleh generasi muda agar melek dengan isu lingkungan dan konflik agraria.
Walaupun memiliki nama tokoh yang sama dengan Negeri Para Bedebah, Teruslah Bodoh Jangan Pintar diambil dari sudut pandang orang-orang yang dirugikan oleh perbuatan para bedebah—yang justru menjadi tokoh utama di serial aksi. Dan hal ini tentu membuka mata para pembaca untuk melihat dari dua sudut pandang yang berbeda.
Akhir kata saya ingin merekomendasikan lagu Ibu Pertiwi yang dinyanyikan oleh Iwan Fals, Once Mekel, dan Fiersa Besari. Lagu ini cocok sekali untuk menemani pembaca menyusuri halaman demi halaman Teruslah Bodoh Jangan Pintar.
Salam Literasi.
0 komentar